Ahad, 17 April 2011

Bab 1 : kitab pertama turunnya wahyu dipetik Ringkasan Sahih Bukhary


Bab Bagaimana Permulaan Turunnya Wahyu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. dan Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya.”

l. Dari Alqamah bin Waqash al-Laitsi, ia berkata, “Saya mendengar Umar ibnul Khaththab (berpidato 8/59) di atas mimbar, ‘Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. bersabda, ‘(Wahai manusia), sesungguhnya amal-amal itu hanyalah dengan niatnya (dalam satu riwayat: amal itu dengan niat 6/118) dan bagi setiap orang hanyalah sesuatu yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya (kepada Allah dan Rasul Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul Nya. Dan, barangsiapa yang hijrahnya 1/20) kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya (dalam riwayat lain: mengawininya 3/119), maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah.”
2. Aisyah mengatakan bahwa Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam., “Wahai Rasulullah, bagaimana datangnya wahyu kepada engkau?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. menjawab, “Kadang-kadang wahyu itu datang kepadaku bagaikan gemerincingnya lonceng, dan itulah yang paling berat atasku. Lalu, terputus padaku dan saya telah hafal darinya tentang apa yang dikatakannya. Kadang-kadang malaikat berubah rupa sebagai seorang laki-laki datang kepadaku, lalu ia berbicara kepadaku, maka saya hafal apa yang dikatakannya.” Aisyah berkata, “Sungguh saya melihat beliau ketika turun wahyu kepada beliau pada hari yang sangat dingin dan wahyu itu terputus dari beliau sedang dahi beliau mengalirkan keringat”
3. Aisyah berkata, “[Adalah 6/871] yang pertama (dari wahyu) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. adalah mimpi yang baik di dalam tidur. Beliau tidak pernah bermimpi melainkan akan menjadi kenyataan seperti merekahnya cahaya subuh. Kemudian beliau gemar bersunyi. Beliau sering bersunyi di Gua Hira. Beliau beribadah di sana, yakni beribadah beberapa malam sebelum rindu kepada keluarga beliau, dan mengambil bekal untuk itu. Kemudian beliau pulang kepada Khadijah. Beliau mengambil bekal seperti biasanya sehingga datanglah kepadanya (dalam riwayat lain disebutkan: maka datanglah kepadanya) kebenaran. Ketika beliau ada di Gua Hira, datanglah malaikat (dalam nomor 8/67) seraya berkata, ‘Bacalah!’ Beliau berkata, ‘Sungguh saya tidak dapat membaca. Ia mengambil dan mendekap saya sehingga saya lelah. Kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, ‘Bacalah!’ Maka, saya berkata, ‘Sungguh saya tidak dapat membaca:’ Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang kedua kalinya, kemudian ia melepaskan saya, lalu ia berkata, ‘Bacalah!’ Maka, saya berkata, ‘Sungguh saya tidak bisa membaca’ Lalu ia mengambil dan mendekap saya yang ketiga kalinya, kemudian ia melepaskan saya. Lalu ia membacakan, “Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq. Khalaqal insaana min’alaq. Iqra’ warabbukal akram. Alladzii ‘allama bil qalam. ‘Allamal insaana maa lam ya’lam. ‘Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. pulang dengan membawa ayat itu dengan perasaan hati yang goncang (dalam satu riwayat: dengan tubuh gemetar). Lalu, beliau masuk menemui Khadijah binti Khuwailid, lantas beliau bersabda, ‘Selimutilah saya, selimutilah saya!’ Maka, mereka menyelimuti beliau sehingga keterkejutan beliau hilang. Beliau bersabda dan menceritakan kisah itu kepada Khadijah, ‘Sungguh saya takut atas diriku.’ Lalu Khadijah berkata kepada beliau, ‘Jangan takut (bergembiralah, maka) demi Allah, Allah tidak akan menyusahkan engkau selamanya. (Maka demi Allah), sesungguhnya engkau suka menyambung persaudaraan (dan berkata benar), menanggung beban dan berusaha membantu orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong penegak kebenaran.’ Kemudian Khadijah membawa beliau pergi kepada Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza (bin Qushai, dan dia adalah) anak paman Khadijah. Ia (Waraqah) adalah seorang yang memeluk agama Nasrani pada zaman jahiliah. Ia dapat menulis tulisan Ibrani, dan ia menulis Injil dengan bahasa Ibrani (dalam satu riwayat: kitab berbahasa Arab. dan dia menulis Injil dengan bahasa Arab) akan apa yang dikehendaki Allah untuk ditulisnya. Ia seorang yang sudah sangat tua dan tunanetra. Khadijah berkata, Wahai putra pamanku, dengarkanlah putra saudaramu!’ Lalu Waraqah berkata kepada beliau, Wahai putra saudaraku, apakah yang engkau lihat?’ Lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam: menceritakan kepadanya tentang apa yang beliau lihat. Lalu Waraqah berkata kepada beliau, ‘Ini adalah wahyu yang diturunkan Allah kepada Musa! Wahai sekiranya saya masih muda, sekiranya saya masih hidup ketika kaummu mengusirmu….’ Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. bertanya, ‘Apakah mereka akan mengusir saya?’ Waraqah menjawab, ‘Ya, belum pernah datang seorang laki-laki yang (membawa seperti apa yang engkau bawa kecuali ia ditolak (dalam satu riwayat: disakiti / diganggu). Jika saya masih menjumpai masamu, maka saya akan menolongmu dengan pertolongan yang tangguh.’ Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dan wahyu pun bersela, [sehingga Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. bersedih hati karenanya - menurut riwayat yang sampai kepada kami[1] – dengan kesedihan yang amat dalam yang karenanya berkali-kali beliau pergi ke puncak-puncak gunung untuk menjatuhkan diri dari sana. Maka, setiap kali beliau sudah sampai di puncak dan hendak menjatuhkan dirinya, Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya engkau adalah Rasul Allah yang sebenarnya.’ Dengan demikian, tenanglah hatinya dan mantaplah jiwanya. Kemudian beliau kembali pulang. Apabila dalam masa yang lama tidak turun wahyu, maka beliau pergi ke gunung seperti itu lagi. Kemudian setelah sampai di puncak, maka Malaikat Jibril menampakkan diri kepada beliau seraya berkata seperti yang dikatakannya pada peristiwa yang lalu – 6/68].” [Namus (yang di sini diterjemahkan dengan Malaikat Jibril) ialah yang mengetahui rahasia sesuatu yang tidak diketahui oleh orang lain 124/4].
4. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. adalah orang yang paling suka berderma [dalam kebaikan 2/228], dan paling berdermanya beliau adalah pada bulan Ramadhan ketika Jibril menjumpai beliau. Ia menjumpai beliau pada setiap malam dari [bulan 6/102] Ramadhan [sampai habis bulan itu], lalu Jibril bertadarus Al-Qur’an dengan beliau. Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. adalah [ketika bertemu Jibril - 4/81] lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang dilepas.”


Catatan Kaki:

[1] Saya (Al-Albani) berkata, “Yang berkata, ‘Menurut riwayat yang sampai kepada kami” adalah Ibnu Syihab az-Zuhri, perawi asli hadits ini dari Urwah bin Zubair dari Aisyah. Maka, perkataannya ini memberi kesan bahwa tambahan ini tidak menurut syarat Shahih Bukhari, karena ini dari penyampaian az-Zuhri sendiri, sehingga tidak maushul, sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh dalam Fathul Bari. Karena itu, harap diperhatikan!”



Kiat-Kiat Mendapatkan Syafa'at



(Oleh: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas)


Pada hari Kiamat nanti, tidak ada yang dapat menolong seorang hamba, kecuali Allâh Ta'âla, kemudian amal-amal shalih yang dikerjakan seorang hamba, serta syafa’at Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam.

Berikut ini kiat-kiat yang dapat dilakukan seorang muslim untuk mendapatkan syafa’at, yaitu :


1.
Tauhid dan Mengikhlaskan Ibadah Kepada Allâh Ta'âla Serta Ittiba’ Kepada Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam.
Tidak diragukan lagi bahwa tauhid sebagai penyebab yang paling besar untuk mendapatkan syafa’at pada hari Kiamat. Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam pernah ditanya:

“Siapakah orang yang paling bahagia dengan syafa’atmu pada hari Kiamat?”

Nabi menjawab :

“Yang paling bahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat adalah, orang yang mengucapkan Laa ilaahaa illallaah
dengan ikhlas dari hatinya atau dirinya”.
(HR Bukhari, no. 99)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh berkata :

“Syafa’at, sebabnya adalah tauhid kepada Allâh, dan mengikhlaskan agama dan ibadah dengan segala macamnya kepada Allâh. Semakin kuat keikhlasan seseorang, maka dia berhak mendapatkan syafa’at. Sebagaimana dia juga berhak mendapatkan segala macam rahmat. Sesungguhnya, syafa’at adalah salah satu sebab kasih sayang Allâh kepada hambaNya. Dan yang paling berhak dengan rahmatNya adalah ahlut tauhid dan orang-orang yang ikhlas kepadaNya. Setiap yang paling sempurna dalam mewujudkan kalimat ikhlas (laa ilaahaa illallaah) dengan ilmu, keyakinan, amal, dan berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan, loyal kepada kalimat tauhid, memusuhi orang yang menolak kalimat ini, maka dia yang paling berhak dengan rahmat Allâh." (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, XIV/414 dengan ringkas).

2. Membaca al Qur‘an
Dari Abi Umamah bahwasanya dia mendengar Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
"Bacalah al Qur‘an. Sesungguhnya al Qur‘an akan datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi sahabatnya…" (HR Muslim, no.804)

Yang dimaksud dengan 'para sahabat al Qur‘an', adalah orang-orang yang membacanya, mentadabburinya, dan mengamalkan isinya.

3. As-Shiyâm (Puasa)
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
As-Shiyam (puasa) dan al Qur‘an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada hari Kiamat kelak. Puasa akan berkata : “Wahai, Rabbku. Aku telah menahannya dari makan pada siang hari dan nafsu syahwat. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at
kepadanya”. Sedangkan al Qur‘an berkata :“Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari.
Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at.
(HR Ahmad, II/174; al Hakim, I/554; dari Abdullah bin ‘Amr. Sanad hadits ini hasan. Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Imam adz Dzahabi. Kata Imam al Haitsami, diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dalam Mu’jam Kabir. Rijal hadits ini rijal shahih. Lihat Majma’uz Zawaid III/181. Dishahihkan oleh al Albani dalam Tamamul Minnah, hlm. 394)

4. Doa Setelah Adzan
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :
Barangsiapa yang membaca ketika mendengar adzan : ‘Ya Allâh, Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al wasilah (derajat di surga), dan keutamaan kepada Muhammad (shallallâhu 'alaihi wasallam), dan bangkitkan beliau,sehingga bisa menempati maqam terpuji yang engkau janjikan’. Maka dia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari Kiamat”. (HR Bukhari no.614, dari Jabir bin Abdillah)

5. Tinggal di Madinah, Sabar Terhadap Cobaannya, dan Mati di Sana.
Abu Sa’id pernah mendengar Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda : Tidaklah seseorang sabar terhadap kesusahannya (Madinah) kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat, jika dia seorang muslim. (HR Muslim, no.1374, 477; dari Abu Sa’id al Khudri)

Tidaklah seseorang dari umatku sabar terhadap cobaan Madinah dan kesusahannya, kecuali aku akan memberikan syafa’at padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat.
(HR Muslim, no.1378, 484; dari Abu Hurairah)

Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah disana. Sesungguhnya aku akan memberi syafa’at bagi orang yang mati disana.
(HR Ahmad, II/74,104; Tirmidzi, no.3917; Ibnu Majah, no.3112; Ibnu Hibban, no. 3741, dari Ibnu Umar. Tirmidzi berkata:“Hadits ini hasan shahih”)

6. Shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallâhu'anhu, bahwasannya Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda : Orang yang paling berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah, yang paling banyak shalawat kepadaku. (HR Tirmidzi, no.484, Hadits Hasan)

7. Shalatnya Sekelompok Muslim Terhadap Mayit Muslim.
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :Tidaklah seorang mayit dishalatkan oleh sekelompok orang Islam yang jumlah mereka mencapai seratus, semuanya memintakan syafa’at untuknya, melainkan syafa’at itu akan diberikan pada dirinya. (HR Muslim, no.947, 58)

Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalatkan oleh empat puluh orang
yang tidak menyekutukan Allâh dengan sesuatu apapun, melainkan Allâh akan memberikan syafa’at kepadanya. (HR Muslim, no.948, 59)

8. Memperbanyak Sujud
Dari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami, dia berkata:
“Aku pernah bermalam bersama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam, lalu aku mendatangi beliau sambil membawa air untuk wudhu’ beliau. Kemudian beliau berkata kepadaku ’Mintalah!’
Aku berkata : ’Aku minta untuk dapat menemanimu di surga.’ kemudian beliau berkata : ‘Atau selain itu?’ Aku berkata :’Itu saja.’ Lalu beliau shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda :"Tolonglah aku atas dirimu dengan banyak bersujud” (HR Muslim, no.489, 226)


Demikianlah lapan faktor yang bisa menjadi penyebab seseorang mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang mendapatkan syafa’at Nabi Muhammad pada hari Kiamat, bila kita mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allâh dan ittiba’ (mengikuti contoh) Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam.

pendapat sebagian orang, bahwa di antara sebab-sebab untuk bisa mendapatkan syafa’at adalah dengan ziarah ke kubur Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam, mereka berdalil dengan hadits-hadits yang palsu, dan sama sekali tidak ada asalnya dari Nabi shallallâhu 'alaihi wasallam. Seperti hadits, barangsiapa yang ziarah ke kuburku, maka dia berhak mendapatkan syafa’atku, dan masih banyak lagi yang lain.

Jadi, ziarah kubur Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam tidak termasuk faktor yang bisa menyebabkan seseorang untuk mendapatkan syafa’at, karena tidak adanya dalil-dalil yang shahih tentang masalah tersebut.

Dari sub judul rubrik Mabhats Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun IX dengan judul "Kiat Mendapatkan Syafa'at Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam"

DALIL-DALIL DARI SUNNAH TENTANG KEWAJIBAN TAAT KEPADA RASUL SHALLALAHU ALAIHI WA AALIHI WASALLAM

Aqidah Islam
Ditulis oleh Syaikh Abdullah Al-Bukhari
Sabtu, 20 November 2010 22:31
Dan ini sangat banyak pula, diantaranya yang dikeluarkan Bukhari dalam shahihnya (1/631/111,al-fath) bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam bersabda:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

"shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat."


Diriwayatkan Muslim dalam shahihnya (2/310/1297/943) bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam bersabda:

« لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ »

"hendaklah kalian mengambil dariku cara menunaikan ibadah haji kalian,karena sesungguhnya aku tidak tahu jangan sampai aku tidak lagi menunaikan ibadah haji setelah ini."

"laam" pada awal kalimat adalam menunjukkan perintah,maknanya: hendaknya kalian mengambil dariku manasik haji kalian.

Dikeluarkan Bukahri dalam shahihnya (13/7280/249.al-fath) dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam bersabda:

« كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى »

"setiap umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan."


Para sahabat bertanya: siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Maksudnya bahwa ini hal yang tidak masuk akal ,siapa orang yang enggan dan tidak menginginkan neraka? Maka jawab Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam:

« مَنْ أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى »

"siapa yang taat kepadaku maka dia masuk surga,dan siapa yang menyelisihiku maka dialah yang enggan (masuk surga)."

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajr dalam fathu bari (13/254):

"Yang disifati enggan adalah yang mencegah diri,jika dia kafir maka dia sama sekali tidak akan masuk surga,namun jika dia muslim maka yang dimaksud adalah dia tercegah untuk masuk kedalamnya bersama orang-orang yang masuk pertama kecuali yang dikehendaki Allah Ta'ala."


Berkata Al-Imam Al-Hafizh Ibnu HIbban Al-Busti rahimahullah dalam Shahihnya (1/197,bersama al-ihsan) : "ta'at kepada rasul adalah tunduk terhadap sunnahnya…"

Hingga beliau berkata: "bersama dengan menolak semua ucapan orang yang berkata sesuatu didalam agama Allah Azza wajalla yang menyelisihi sunnahnya,tanpa berusaha mencari jalan untuk menolak sunnah dengan berbagai macam ta'wil yang dipaksakan dan alasan-alasan baru dalam penolakannya."

Diriwayatkan pula dari Irbadh bin Sariyah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam memberi nasehat kepada kami berupa nasehat yang sangat berharga,yang menggetarkan hati-hati kami dan membuat kami menangis, kamipun berkata: wahai Rasulullah, seakan-akan merupakan nasehat orang yang hendak berpisah,berilah kami wasiat!, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam bersabda:

« أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »

"aku wasiatkan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah Azza wajalla,mendengar dan taat,meskipun seorang budak habsyi.KArena sesungguhnya siapa diantara kalian yang hidupnya lebih lama,maka dia akan melihat perselisihan yang banyak,maka hendaklah kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa' ar-rasyidin yang diberi petunjuk,berpegang teguhlah kalian dengannya, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian,dan jauhi segala urusan yang diada-adakan, karena setiap perkara baru (dalam agam,pen) itu bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat."


Dikeluarkan oleh Abu Dawud (5/4607),Tirmidzi (5/2676,dan berkata: hadits ini hasan shahih), Ibnu Majah (1/43-44),dan selainnya,dan ini hadits yang shahih.[1]

Nabi Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam telah menggambarkan dalam hadits yang agung ini dan nasehat yang sangat berharga ini dua prinsip pokok yaitu:

1- Ittiba' (mengikuti Rasul Shallallahu Alaihi Wa aalihi wasallam)

2- Meninggalkan bid'ah

Bagi yang memperhatikan biografi para pendahulu umat ini dari kalangan para sahabat –semoga Allah meridhai mereka semua- dia kan mendapati bahwa mereka sungguh telah berjalan diatas wasiat yang memuat yang termasuk didalamnya dan mengeluarkan yang tidak termasuk darinya,[2] mereka memegang perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dengan penuh perhatian dan penerapan,disertai dengan sikap ridha dan berserah diri,mereka tunduk dan berserah diri kepada Allah Rabb seluruh alam.

(haqqun nabi,Syaikh Abdullah Al-Bukhari: 26-29)



Alih bahasa: Abu Karimah Askari bin Jamal


[1] Dishahihkan Ibnu Hibban dengan dikeluarkannya dalam shahihnya (1/5), berkata Al-Hafizh Abu Nu'aim: ini hadits yang bagus dari shahih haditsnya penduduk Syam (dinukil dari jam'ul ulum wal hikam,Ibnu Rajab:2/109, dan dishahihkan Al-Albani, lihat al-misykah (1/165/58).

[2] Lihat jami'ul ulum wal hikam: 2/116,cetakan ar-risalah.

Sejarah Pengumpulan Mushaf Utsmany (AlQuran Sekarang)


Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Soalan 1 : Apakah yang dimaksud dengan Mush-haf Utsmany ?
Jawaban: Mush-haf Utsmany adalah mush-haf dari ayat-ayat Allah yang dikumpulkan kaum Muslimin pada zaman khilafah (pemerintahan) shahabat Utsman bin ‘Affan . Yang demikian disebabkan pada saat meninggalnya Nabi Muhammad , Al-Qur’an dalam keadaan belum terkumpul menjadi mush-haf.
Al-qur’an pada waktu itu terdapat di dada-dada kaum muslimin, pelepah-pelepah daun kurma, batu putih yang tipis dan halus, dan yang lainnya.
Kemudian dikumpulkan pada khilafahnya shohabat Abu Bakar Ash-Shidiq ketika terbunuhnya sebagian besar para shahabat Rasululloh yang qurro’ (hafal Al-Qur’an), yaitu pada saat terjadinya peperangan Yamamah. (Sebagaimana hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari no. 4986). Kemudian pada zamannya Khalifah Utsman bin ‘Affan dikumpulkan karena sabda Rasulullah (artinya) :
Sesungguhnya Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf
Pada waktu itu kaum Muslimin membaca Al-Qur’an dengan huruf-huruf yang berbeda. Perbedaan dialek/logat dalam membaca Al-Qur’an menyebabkan terjadinya perselisihan pada pasukan-pasukan kaum muslimin di daerah-daerah Islam. Para pimpinan pasukan tersebut khawatir akan terjadi fitnah. Mereka menulis risalah kepada Khalifah Utsman bin ‘Affan tentang apa yang terjadi sehingga diperintahkanlah para shahabat untuk mengumpulkan mush-haf.
Disatukanlah bacaan-bacaan Al-Qur’an menjadi satu huruf (bahasa), yaitu dengan bahasa Quraisy. Bahasa Quraisy dipilih karena bahasa yang paling mulia, bahasa yang digunakan oleh Rasululloh , bahasa yang paling tinggi kedudukan tata bahasanya dan bahasa yang paling suci/bersih di negara Arab. Dikumpulkanlah mush-haf-mush-haf menjadi satu mush-haf yaitu dengan bahasa Quraisy dan yang selainnya dibakar. Maka, kaum muslimin bersatu di atas satu mush-haf. Sampai kepada kita Mush-haf Al-Qur’an Utsmany dengan nukilan yang mutawatir. Tidak ada perbedaan/perselisihan sedikitpun dalam nukilan tersebut. Bahkan mush-haf Al-Qur’an yang disebut sebagai Mush-haf Utsmany akan tetap terpelihara di atas pemeliharaan Allah ّ sampai hari kiamat. Di sana masih terdapat bacaan-bacaan yang keluar dari Mush-haf Utsmany dan bacaan tersebut shahih dari Rosululloh .
Diterjemahkan Oleh Al Ustadz Abu ‘Isa Nurwahid dari Kitab Majmu’As Ilah, Sumber : Buletin Dakwah Al Atsary, Semarang Edisi 15/1427H, Dikirim oleh Al-Akh Dadik via email
Dikutip dari Darussalaf.or.id offline Penulis: Syaikh Al’Allamah Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah Judul: Mushhaf Utsmany